Jumat, 01 Mei 2009

mebase genep 3 bersama Achmad Sopadi


Beberapa bulan yang lalu Saya berburu kaos Tie Dye di seputaran toko-toko Rasta di Kuta dan akhirnya nemu dan begitu bangga memakai kaos karena begitu genjrengnya. Kaos model ini sebenarnya sudah ada dari dulu, cuma akhir-akhir ini malah jadi trend lagi.

Kamis (26/2) kemarin, memenuhi undangan Syaffri Soewardi, Ketua Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) Bali Chapter, via Facebook untuk ikutan ngumpul di acara ADGI “Base Genep #3” ini membuat saya berpikir ternyata kaos Tie Dye yang lagi model sekarang ini is not to cool. Apalagi karena pembuatannya menggunakan pewarna dari bahan kimia sintetis bukan dari pewarnaan alam.

Base Genep #3 kali ini bertempat di “Kedai 99′ jln Tukad Unda VI, Renon. Dengan saweran Rp 10 ribu udah dapet makan prasmanan plus buah lagi.

Mendengar Achmad Sopadi berbagi banyak rahasia tentang pewarnaan alam (Eco-Color Sopandi) sangat menyenangkan. Ketertarikannya pada apa yang digelutinya sekarang berawal dari baju SD-nya yang selalu kotor dan susah hilang karena terkena getah pelepah pisang karena keseringan main Kuda Lumping dengan teman-teman kecilnya. Dia juga menelusuri goa-goa purbakala di seluruh dunia, membuat penelitian bagaimana materi-materi sederhana dari tumbuhan atau materi-materi di permukaan bisa menghasilkan lebih dari 200 warna-warna yang eco friendly, tahan lama dapat diemplementasikan hampir di semua media. “Kecuali langit yang tidak bisa diwarnai dengan materi-materi ini,” selorohnya. Dia juga membuat orang-orang Jepang terheran-heran bagaimana dia mengalahkan metode pewarnaan kuno Jepang yang membutuhkan waktu hampir setahun untuk menghasilkannya, tapi di tangan Sopadi dia membuat warna tersebut tidak lebih lama dari membuat semangkuk mie instan.

Kiprah Sopadi yang lebih banyak bekerja sama dengan negara lain tidak membuatnya melupakan tanah air, yang sudah sangat klise tidak begitu memperhatikan “harta karun” seperti ini. Di Suku Badui Sopadi membagi tekniknya ini dengan masyarakat di sana untuk menggunakan materi-materi di sekitar mereka, dan sekarang nilai jual kerajinan Suku Badui pun menjadi tinggi karena consumer modern sangat menghargai produk-produk berbasis eco-save.

Kalau diperhatikan kenapa warna-warna alam cenderung lebih yang bertema khaki atau earth-tone hal ini karena memang pasar sangat menyukai warna-warna ini. Menurut penuturan Sopadi sebenarnya warna-warna cerahpun bisa dibuat menggunakan teknik pewarnaan alam. “Untuk pasar Afrika mungkin color theme menyolok akan sangat mudah menjualnya,” ujarnya. Satu hal yang menjelaskan kenapa pewarnaan alam seperti selalu mengambil earth-tone.

Semangat “Think Globally Act Locally “ sangat kental terasa ketika mendengarkan Sopadi bertutur. Menjadi originally your’s adalah kunci untuk mencapai kesuksesan untuk menjadi insan Industri Creative sekarang ini.

Oleh Putu Hendra Brawijaya

foto lebih lengkap klik disini